Skrining dan Deteksi Dini, Optimalkan Potensi Sembuh Kanker Payudara
Di tengah upaya edukasi yang digiatkan dalam lima tahun terakhir, Global Burden Cancer (Globocan) 2020 mencatat bahwa kanker payudara masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia, dengan jumlah kasus terbanyak.
Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Surabaya, dr Nina Irawati, SpB(K)Onk-KL mengungkapkan, kanker payudara sebenarnya bisa disembuhkan, asal terdeteksi sejak awal. Kanker payudara yang terdeteksi secara dini, yakni saat masih berukuran kecil dan belum menyebar, akan dapat diobati secara tuntas.
"Pemeriksaan secara berkala merupakan cara yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi dini kanker payudara," kata dr Nina beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :![]() |
Sadari dan Sadanis untuk Deteksi Dini Kanker Payudara
Mendeteksi dini kanker payudara, artinya menemukan dan dan mendiagnosis penyakit dengan lebih awal, yakni sebelum muncul gejala apapun. Adapun skrining merupakan tindakan serangkaian tes dan pemeriksaan sehingga penyakit yang tidak memiliki gejala apapun dapat diketahui.
"Skrining, khususnya untuk kasus kanker payudara, dilakukan untuk menemukan sel kanker sedini mungkin sebelum sampai menyebabkan gejala, seperti benjolan di payudara yang bisa dirasakan," ujar dr Nina.
Dengan skrining maupun deteksi dini, ukuran kanker payudara dan alur penyebaran bisa diketahui. Diharapkan, kanker yang ditemukan masih berukuran kecil. Dari sana, dapat ditentukan tahap penangan selanjutnya.
Ada dua cara melakukan deteksi dini kanker payudara. Pertama, pemeriksaan payudara sendiri atau Sadari, dan kedua, pemeriksaan payudara secara klinis atau Sadanis. Sadanis dilakukan dengan beberapa teknik, termasuk ultrasonografi (USG), mamografi, maupun magnetic resonance imaging (MRI).
dr Nina menyarankan, jika menemukan kelainan saat Sadari, orang itu dapat langsung mengunjungi fasilitas kesehatan untuk dilakukan Sadanis.
Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Bandung, dr Francisca Badudu menyatakan hal serupa. Dirinya menegaskan bahwa perempuan harus mengenali bentuk payudara sendiri.
Sehingga, perempuan dapat menyadari saat terjadi perubahan, baik yang bisa dilihat maupun hanya terasa pada payudara melalui Sadari.
"Walaupun manfaatnya terbatas, Sadari sebaiknya dilakukan sebulan sekali pada hari ketujuh sampai kesepuluh saat menstruasi. Jika ditemukan perubahan, segera konsultasi ke dokter," ujar dr Francisca.
Meski American Cancer Society (ACS) tak mewajibkan Sadanis dilakukan secara rutin, bukan berarti langkah itu tak diperlukan.
dr Francisca menjelaskan, Sadanis dapat dilakukan dalam situasi tertentu, antara lagi oleh perempuan yang merasakan ada perubahan bentuk pada payudara, atau memiliki faktor risiko tinggi. Sadanis juga bisa dilakukan bersama dokter konseling untuk mendapatkan konseling tentang risiko dan pemeriksaan deteksi dini lain.
Lihat Juga :![]() |
Sadanis, Direkomendasikan untuk Perempuan Berisiko Tinggi
Lebih lanjut, dr Nina memaparkan bahwa terdapat panduan pemeriksaan dari ACS untuk dua kelompok perempuan. Masing-masing untuk perempuan yang berisiko tinggi terpapar kanker, serta perempuan pada umumnya dengan risiko rata-rata.
Kelompok kedua termasuk perempuan yang belum pernah menjalani terapi radiasi dada sebelum usia 30 tahun.
"Perempuan dianggap memiliki risiko rata-rata jika dia tidak memiliki riwayat pribadi kanker payudara, riwayat keluarga kanker payudara, atau mutasi genetik yang diketahui meningkatkan risiko kanker payudara," kata dr Nina.
ACS merekomendasikan perempuan berusia 40 sampai 44 tahun dengan risiko rata-rata untuk melakukan Sadanis berupa mamografi secara berkala, minimal sekali dalam setahun. Hal serupa juga dianjurkan untuk perempuan usia 45-54 tahun.
Sementara, perempuan usia 55 tahun ke atas dapat melakukan mamografi minimal satu kali setiap satu atau dua tahun.
"Pada intinya, dalam kondisi yang sehat, mamografi diharapkan terus berlanjut dan dilakukan secara rutin," ucap dr Nina.
Rekomendasi berikutnya dari ACS, adalah terhadap perempuan dengan risiko kanker payudara tinggi. Mereka disarankan untuk menjalani mamografi dan MRI secara rutin, minimal satu kali setiap tahun.
Secara khusus, pemeriksaan mamografi ditujukan bagi perempuan berusia mulai 30 tahun yang memiliki sejumlah faktor risiko, termasuk riwayat kanker payudara di keluarga, mempunyai mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 berdasarkan hasil tes genetik, serta pernah menjalani terapi radiasi di area dada saat berusia antara 10 sampai 30 tahun.
Mengenal Mamografi dan USG Payudara
Sebagai bagian dari Sadanis, mamografi dilakukan menggunakan sinar-X berdosis rendah. Dengan mamografi, perubahan pada payudara yang berpotensi berkembang jadi kanker akan langsung diketahui, sebelum muncul gejala fisik.
Penelitian membuktikan, kanker payudara yang ditemukan lewat tes mamografi yang dilakukan secara rutin berpotensi sembuh lebih tinggi. Perawatan yang dibutuhkan juga tidak agresif, seperti operasi pengangkatan seluruh payudara atau mastektomi, serta kemoterapi.
dr Nina menyatakan, usai mendapati pontensi kanker saat mamografi, perempuan itu lalu akan diminta mengikuti tes lanjutan, seperti USG payudara yang dilakukan menggunakan gelombang suara.
Menurut dr Nina, USG merupakan alternatif tes yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan berusia lebih muda, di mana umumnya kelompok usia muda memiliki jaringan payudara yang padat. Kondisi itu menyebabkan pemeriksaan menggunakan mamografi jadi tak ideal.
"USG payudara berguna untuk memeriksa beberapa perubahan pada payudara, seperti benjolan atau gejala lain," katanya.
dr Stefanny, SpB (K), Onk selaku Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Kuningan menegaskan, USG berperan mendeteksi area yang tak normal pada jaringan payudara yang padat dan sulit terlihat pada pemeriksaan mamografi.
Lewat USG payudara, dokter akan dapat membedakan massa berisi cairan seperti kista, dengan massa padat yang mungkin memerlukan pemeriksaan lanjutan.
"USG juga dapat digunakan untuk pemeriksaan lebih lanjut pada area yang terlihat mencurigakan setelah pemeriksaan mamografi," ujar dr Stefanny.
Kini, pemeriksaan mamografi dan USG payudara dapat dijalani tanpa khawatir di fasilitas kesehatan yang memadai, seperti Oncology Center Mayapada Hospital. Pusat layanan kanker terpadu dari Mayapada Hospital ini menyediakan layanan komprehensif yang menyeluruh, mulai pencegahan, deteksi dini, diagnosis, pengobatan, hingga terapi berkelanjutan untuk tumor dan kanker.
Seluruh layanan pada Oncology Center Mayapada Hospital didukung oleh tim multispesialis dan fasilitas terkini. Tim multispesialis di Oncology Center Mayapada Hospital terdiri dari tim multidisiplin, seperti dokter bedah onkologi, dokter penyakit dalam konsultan hematologi onkologi, dokter onkologi radiasi, dokter ginekologi onkologi, dan spesialis lain sesuai kebutuhan.
(rea/rir)-
Investor Soroti Data Ekonomi Amerika Serikat, Harga Bitcoin Kembali Naik ke US$105.000INTIP: Daun untuk Mengatasi Asam Urat Secara AlamiKepala RSPAD dan Danpuspomad akan Turun Pangkat, Ini Penjelasan Panglima TNISatu Permintaan Bantuan dari Penumpang Ini Boleh Ditolak PramugariRawan Penumpukan, Jokowi Minta Pemudik Memundurkan Jadwal BaliknyaJangan Anggap Sepele, Aktivitas Harian Ini Ampuh Bakar KaloriDaftar 20 Kota Paling Bahagia di Dunia, Jakarta Tak Termasuk10 Alasan Sudah Rajin Olahraga Tapi Berat Badan Malah NaikRagunan: Lokasi, Jam Buka, Fasilitas, dan Tiket Masuk TerbaruPatung Wanita Ini Akan Dijaga Ketat karena Terus 'Diraba
下一篇:Polisi Sebut Berkas Mario Dandy Dilimpahkan, Diharapkan Segera P21
- ·Tak Cuma Makanan dan Minuman, Apa Saja Pantangan Rabu Abu?
- ·Viral Kebun Binatang Sydney Tiru Suasana Kampung RI, Ada Konter Pulsa
- ·Gibran Bela Mati
- ·Wow Banget! Jadi Saksi Kasus Penyebaran Hoax, Amien Rais Didampingi 300 Pengacara
- ·Kisah Isra Miraj dan Pertemuan Rasulullah dengan Nabi
- ·Wakapolri Minta, Pengantar Amien Rais 'Tak Kacau'
- ·2020, Anies Bakal Wajibkan Kendaraan Lolos Uji Emisi
- ·LPS ‘Upgrade’ BPR Biar Gak Gaptek Lindungi Dana Warga
- ·Buntut Kasus Pemerkosaan di RSHS Bandung, Kemenkes Bekukan PPDS Anestesi Sebulan
- ·Ombudsman Sebut Pemprov DKI Lakukan Malaadministrasi
- ·Kepala RSPAD dan Danpuspomad akan Turun Pangkat, Ini Penjelasan Panglima TNI
- ·Gibran Bela Mati
- ·FOTO: Pasar Burung Pramuka yang Tak Pernah Sepi Pengunjung
- ·5 Museum di Jakarta Kini Bisa Dikunjungi Malam Hari, Mana Aja?
- ·Laga Panas Persija Vs Persib Dijaga 15 Ribu Personel Gabungan
- ·Wewangian Pengusir Nyamuk, 5 Tanaman Ini Wajib Ada di Rumah
- ·Waspada, Gula dan Tepung Ternyata Biang Kerok Utama Obesitas
- ·FOTO: Lansia dan Asa yang Terjaga di Panti Jompo Singkawang
- ·Viral Kebun Binatang Sydney Tiru Suasana Kampung RI, Ada Konter Pulsa
- ·10 Alasan Sudah Rajin Olahraga Tapi Berat Badan Malah Naik
- ·MICAM dan MIPEL Tampilkan Keunggulan Alas Kaki dan Barang Kulit Italia di Jakarta
- ·Sering Dicap 'Pembunuh' Obrolan, Apa itu Dry Text?
- ·Gandeng RANS Simba Basketball, KIN Dairy Kenalkan Peternakan Sapi A2 Terbesar di Asia Tenggara
- ·Polisi Buru Pelaku Ancaman Penembakan Terhadap Anies Lainnya
- ·Mengenal Visa On Arrival Indonesia, Apa Syaratnya bagi Turis Asing?
- ·Lakukan Rutin, Ini Manfaat Minum Air Kelapa Muda di Pagi Hari
- ·Hanif Dakhiri: Tarif AS 32% Pukulan Bagi Industri Padat Karya RI
- ·HUT DKI, KPJPL Edukasi Pentingnya Melestarikan Lingkungan di Bilpin Pulo Gadung
- ·Seluruh Partai Koalisi Tunjukan Nilai Gotong Royong pada HUT ke
- ·Wakapolri Minta, Pengantar Amien Rais 'Tak Kacau'
- ·Bagaimana Jika Tak Sengaja Mimpi Basah saat Berpuasa?
- ·Vape dengan Obat Keras dalam Kasus Jonathan Frizzy, Apa Itu Etomidate?
- ·Airlangga–Sri Mulyani Kompak Desak Bimo Benahi Coretax dan Naikkan Rasio Pajak
- ·Vape dengan Obat Keras dalam Kasus Jonathan Frizzy, Apa Itu Etomidate?
- ·Perludem Sebut Penghapusan LPSDK Peluang Aliran Dana Gelap Masuk ke Parpol
- ·FOTO: Lansia dan Asa yang Terjaga di Panti Jompo Singkawang